Bulan Ramadhan sudah memasuki minggu kedua, sepertinya tidak terasa dan hilang begitu saja. Lalu apa saja fenomena yang sedang ramai diperbincangkan selama Ramadhan kali ini? Salah satunya adalah masalah sosial yang menyebabkan meningkatnya kecemasan di masyarakat, terutama di kalangan menengah ke bawah. Banyaknya persoalan saat ini, seperti wacana penundaan pemilu, kenaikan harga BBM, kenaikan PPN dan kenaikan harga kebutuhan pokok, juga mencekik masyarakat yang semakin hari semakin mahal.
Mungkin semua orang merasakan kenaikan harga kebutuhan pokok yang begitu merajalela. Berbagai media juga memuat berita bahwa harga kebutuhan pokok semakin meningkat dan akan terus meningkat.
Menurut pedagang di Pasar Induk Majene, Kecamatan Banggae, Kabupaten Majene, Provinsi Sulawesi Barat, harga sembako yang dijual di pasar tersebut naik pada awal bulan Ramadhan.
“Semua harga sembako naik sejak Ramadhan, sekarang harga cabai keriting sudah mencapai Rp80.000/kg, cabai merah besar Rp70.000/kg dan tomat Rp8.000/kg,” kata Wahyuni, salesman Gse.
Menurut dia, harga yang dia jual sebelum Ramadhan hanya Rp 40.000/kg untuk cabai keriting, Rp 25.000/kg untuk cabai merah besar dan Rp 5.000/kg untuk tomat. Selain itu, harga minyak goreng terus naik dan menyengsarakan.
Kondisi ini tidak memungkinkan harga terus naik, apalagi menjelang Lebaran, seolah menjadi momok yang sangat menakutkan bagi masyarakat.
Kondisi ini menjadi topik hangat dan isu nasional di tengah situasi saat ini, disorot oleh berbagai pihak termasuk mahasiswa. Rapat umum mahasiswa dijadwalkan hari ini, 11 April 2022, untuk menuntut perbaikan atas masalah yang dihadapi.
Semoga di bulan Ramadhan para penguasa menyadari bahwa umatnya sedang goyah saat ini. Benarkah pemerintah sadar bahwa semua politik harus selalu berpihak pada rakyat dan hanya untuk kepentingan rakyat, bukan karena kepentingan penguasa? Kami hanya akan menunggu.
Pengungkapan bahwa orang-orang yang selalu menuntut perpanjangan masa jabatan presiden dan penundaan pemilihan 2024 terus menunjukkan langkah-langkah seperti reformasi 1998 bertentangan dengan keinginan.